Krisis lingkungan hidup tengah menjadi isu global karena menyangkut keberlanjutan manusia di muka bumi. Efek gas rumah kaca, kerusakan ekosistem gambut dan mangrove hingga deforestasi hutan adalah isu yang sedang ramai diperbincangkan oleh khalayak.
Oleh karena itu, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) bekerjasama dengan Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia melaksanakan Lokakarya Jurnalisme Lingkungan Hidup dengan tema “Menulis untuk Alam, Menyuarakan Lingkungan Hidup” pada 26-27 September 2023 di Hotel Mercure dan TWA Mangrove PIK, Jakarta Utara.
Lokakarya Jurnalisme Lingkungan Hidup dihadiri oleh perwakilan dari berbagai lembaga keagamaan dan menyajikan dialog lintas agama dari delapan tokoh agama yaitu Hayu Prabowo (Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup & Sumber Daya Alam MUI), Ali Yusuf (Nahdlatul Ulama), Gatot Supangkat (Muhammadiyah), Linda Bangun (Konferensi Waligereja Indonesia), Pdt. Ronald Tapilatu (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia), KRHT Astono Chandra Dana (Parisada Hindu Dharma Indonesia), Philip K. Widjaja (Persatuan Umat Buddha Indonesia), Peter Lesmana (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia).
Suwignya Utama, selaku Kepala Kelompok Kerja Edukasi dan Sosialisasi memaparkan tujuan diadakan lokakarya adalah untuk menggandeng berbagai pihak khususnya pemangku agama dengan pendekatan moral keagamaan, sehingga dapat mengakselerasi perlindungan lingkungan demi keberlanjutan di masa depan. Tokoh agama memiliki peran dan kontribusi penting, diantaranya dapat menjadi role model dalam mengedukasi umat.
Hal ini selaras dengan tujuan dari terbentuknya konsorsium Interfaith Rainforest Initiative (IRI) yang telah hadir di lima negara di dunia. “Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia sendiri memiliki 3 misi yaitu edukasi, aksi dan advokasi. Isu lingkungan dapat disebarluaskan kepada umat untuk membangun awareness dan menjadi mediator dalam gerakan keagamaan.” Ujar Hayu Prabowo selaku Ketua LPLH-SDA MUI sekaligus Fasilitator Nasional IRI Indonesia.
Lebih lanjut, seluruh keagamaan sepakat bahwa manusia dalam kehidupan setidaknya menyangkut tiga aspek yaitu relasi harmonis dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan menjaga kelestarian alam.
Dalam ajaran Buddha mengajarkan manusia untuk hidup selaras dengan lingkungan, yang berarti manusia adalah bagian dari alam dan hidup di alam. “Efek domino yang diakibatkan oleh lingkungan berdampak pada segala aspek mulai dari individu hingga masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan motto Buddhisme “semoga makhluk hidup berbahagia”. Keberlangsungan dan kesadaran dimulai dari diri sendiri.” Ujar Philip K. Widjadja.
Selaras dengan pernyataan ini, Astono Chandra Dana selaku perwakilan Parisada Hindu Dharma Indonesia juga menekankan, “Alam semesta selain sebagai fungsi hidup juga memberikan fungsi ekonomi. Ini berarti kita harus melestarikan alam itu sendiri. Tidak semua lingkungan dapat dieksploitasi karena pelaksanaan reboisasi harus seimbang” ujarnya.
Hal yang sama dikatakan oleh Dr. Hayu Prabowo selaku perwakilan LPLH SDA-MUI, “MUI merupakan payung dari ormas-ormas islam yang ada di Indonesia. Kami telah menyajikan fatwa yang bersifat absolut, bukan hanya mewakili kepentingan masyarakat, namun juga visi misi negara. Saat ini kami telah menghadirkan Masjid Ramah Lingkungan hingga Eco-Living. Terakhir, MUIsedang menyusun tentang Fatwa Perubahan Iklim.”
Linda Bangun selaku perwakilan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) juga menceritakan kontribusi gereja dalam upaya pemulihan lingkungan hidup. “Dalam setiap kegiatan, gereja-gereja telah mengimplementasikan untuk mengurangi sampah plastik dan menebarkan eco-enzim di lingkungan yang telah terkontaminasi setiap tiga bulan sekali. KWI memiliki program Rumah Sinergi berbasis pemilahan sampah, nilai sampah yang dihasilkan digunakan untuk memberikan donasi beasiswa bagi pemulung.”
Setelah melaksanakan dialog lintas agama, 34 peserta dari ormas keagamaan lanjut melakukan aksi tanam mangrove di TWA Mangrove PIK sebagai wujud nyata kepedulian untuk mengurangi emisi karbon.
Terakhir, peserta Lokakarya dari berbagai lembaga keagamaan diharapkan dapat memberikan edukasi sekaligus mengambil peran khususnya bagi generasi muda dengan mengoptimalkan penggunaan sosial media, melalui pendekatan Jurnalisme dengan menghadirkan narasi yang tepat dan dapat dipahami oleh para umat beragama maupun masyarakat umum tentang pelestarian lingkungan hidup