Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Polda Banten menangkap tiga orang warga Pandeglang yang terindikasi melakukan perburuan terhadap hewan Badak Bercula satu atau Badak Jawa, di Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Ketiga orang yang ditangkap berinisial Dt, Hl dan Ji warga Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang.
Menurut Humas Balai Taman Nasional Ujung Kulon Andri Firmansyah membenarkan, adanya penangkapan warga Pandeglang.
“Tiga orang yang diamankan itu terindikasi melakukan perburuan hewan di dalam Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Terkait jenis hewannya Badak Jawa atau hewan lainnya saya tidak dapat menjelaskan lebih lanjut,” katanya kepada Wartawan Rabu, 2 Agustus 2023.
Andri menjelaskan, dirinya atau Balai Taman Nasional Ujung Kulon tidak dapat menjelaskan secara detail karena proses penangkapan yang turun ke lapangan merupakan Tim dari Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Polda Banten. Jadi langsung dari Dirjen Gakum KLHK bersama Polda Banten.
“Sementara dari Balai TNUK tidak masuk dalam tim. Sehingga untuk saat ini kita tidak dapat menanggapi lebih jauh hanya membenarkan adanya penangkapan terhadap tiga orang warga yang saat ini ditangani oleh Polda Banten,” katanya.
Andri menjelaskan, berdasarkan informasi diterima olehnya dalam waktu dekat akan dilakukan konferensi pers di Polda Banten. Nanti akan hadir juga dari Dirjen Gakum KLHK.
“Kalau sudah ada rilis nanti kita informasikan lebih lanjut. Untuk saat ini kita hanya bisa menyampaikan bahwa penangkapan itu langsung oleh Gakum KLHK,” katanya.
Aliansi Gerakan Reforma Agraria Banten
Raden Deden Fajarullah membuat pernyataan sikap atas penangkapan terhadap tiga orang Anggota AGRA Ranting Rancapinang dan masyarakat lain di wilayah Taman Nasional Ujung Kulon.
“Hentikan proses hukum, bebaskan tanpa syarat petani yang ditangkap.
Pemburu hama (babi Hutan) bukan kriminal” katanya.
Hal itu merupakan, nganjingan kebudayaan rakyat secara turun temurun. Masyarakat yang berada di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon hidup dengan menyandarkan kebutuhan hariannya dari tanaman yang ditanami nya.
“Begitu juga dengan kebudayaan yang secara turun-temurun yaitu “nganjingan” (Berburu hama babi hutan menggunakan anjing dan bedil locok) yang lahir dari aktifitas masyarakat untuk melindungi tanamannya dari serangan hama Babi hutan. Secara berkelompok dan bergantian setiap minggu (bahkan terkadang tidak ada) aktifitas “nganjingan” dilaksanakan, karena setiap berburu belum tentu mendapatkan hasil,” katanya.
Kemudian kebudayaan tersebut terus dijalankan hingga kini. Hingga menjadiian masyarakat yang berburu terkhusus anggota AGRA menyadari bahwa ada hewan yang tidak boleh dijadikan target berburu terutama Badak Bercula Satu yang menjadi primadona di mata dunia.
“Dikarenakan mitos yang tumbuh kembang di masyarakat tentang Badak sebagai penyeimbang wilayah yang diamini secara turun temurun. Perkembangannya, ada pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab melakukan tindakan pencurian bahkan pembunuhan seperti Badak yang belakangan ini beredar isu di kalangan masyarakat tanpa diketahui pihak mana yang membuat dan menyebarkan isu tersebut,” katanya.
Pemburuan terjadi dikarenakan adanya kesempatan melakukan berburu badak oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Ketika melihat ketidakmampuan Balai Taman Nasional Ujung Kulon bertanggung jawab atas tugasnya dan profesionalnya.
“Karena lebih sibuk dengan berbagai proyek pembangunan di kawasan TNUK yang mendapatkan kucuran dana besar dari berbagai pihak. Pada tanggal 25 dan 26 Juli 2023 melalui pihak Polda Banten melakukan penangkapan kepada masyarakat di kampung Ciakar Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang,” katanya.
Diantaranya terdapat tiga anggota AGRA dengan dalih sebagai pemburu di kawasan konservasi dengan hanya dasar barang bukti bedil Locok. Sehingga dibawalah masyarakat yang di tuduh ke seksi PTN Wilayah III Sumur untuk dimintai keterangan.
“Kemudian pada hari kamis dan Jumat masyarakat yang ditahan dipindahkan ke Polda Banten. Penangkapan dilakukan dengan waktu, situasi dan tempat yang berbeda,” katanya.
Sebanyak satu orang di tangkap ketika sedang berada di saung sawahnya, dan dua anggota AGRA dilakukan pada hari Rabu pukul 01.00 WIB dini hari, tanpa surat penangkapan. Mendobrak pintu rumah warga dan secara paksa masuk ke dalam rumah dimana penghuni sedang beristirahat.
“Bahkan tidak segan-segan kurang lebih 150 personil Kepolisian didatangkan untuk melakukan penangkapan. Diantara ketiganya ada 1 orang sudah tidak mampu berjalan kuat seperti biasanya, dikarenakan usia dan lebih sering beraktifitas di perkampungan, tetapi dia juga di tuduhkan sebagai pemburu yang pada situasi penangkapan di rumahnya hanya karena terdapat bedil Locok yang bukan miliknya,” katanya.
Penangkapan sedemikain ini layaknya disebut sebagai penculikan. Negara menculik masyarakat.
“Hingga saat ini, ke tiga anggota AGRA dan beberapa masyarakat lainnya yang di tangkap masih berada di tahanan Polda Banten dalam proses pemeriksaan oleh Sat-Reskrim Brimob. Perkembangan nya dikarenakan alat bukti yang tidak cukup untuk menjadikan tersangka di areal TNUK, pihak kepolisian merubah tuduhannya kepada masyarakat dengan kepemilikan senjata api melalui Undang-Undang Darurat,” katanya.
Sekali lagi, bahwa bedil locok adalah barang yang dimiliki secara umum oleh masyarakat dan hanya khusus digunakan untuk memburu hama babi. Sebagai hama hewan yang merusak tanaman kebun dan persawahan masyarakat.
“Bahkan kebudayaan nganjingan ini tidak pernah mendapatkan pertentangan dari berbagai pihak setiap tahunnya dan bahkan pihak kepolisian membiarkan selama bertahun-tahun tanpa ada sosialisasi tentang bedil locok. Kami minta hentikan proses hukum dan bebaskan tiga anggota AGRA dan masyarakat yang di tahan dengan tuduhan tidak mendasar dan mengada-ngada,” katanya.