Ritual budaya mapag sri yang dibawa oleh warga atau petani (transmigran) Indramayu ke Kabupaten Pandeglang sekitar tahun 60-an.
Hingga tahun 2024, ritual budaya mapag sri dalam menyambut datangnya panen raya tak hilang di telan zaman.
Itu terbukti, masih di laksanakan oleh petani di Kampung Kelapa Cagak, Desa Teluklada, Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang, Jumat,12 April 2024.
Ritual budaya mapag sri tahun ini mengusung tema “Menjaga Tradisi, Meneruskan Semangat Bertani”.
Mapag sri adalah salah satu adat atau budaya masyarakat Indonesia khususnya di wilayah Jawa dan Sunda.
Budaya itu dilaksanakan untuk menyambut datangnya panen raya sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa.
Mapag sri apabila ditilik dari bahasa Jawa halus mengandung arti menjemput padi. Dalam bahasa Jawa halus, mapag berarti menjemput, sedangkan sri dimaksudkan sebagai padi. Maksud dari menjemput padi adalah panen.
Mapag sri dilaksanakan dengan maksud sebagai ungkapan rasa syukur para petani kepada Tuhan Yang Maha Esa karena panen yang diharapkan telah tiba dengan hasil yang memuaskan.
Ritual budaya mapag sri, di bawa ke Pandeglang oleh para transmigran asal Indramayu yang bermukim sebagian besar wilayah Panimbang-Sobang sekitaran Tahun 60-an.
Dalam sesi acara mapag sri, seluruh warga diwajibkan membawa tumpeng, ketupat dan lepet. Kemudian dikumpulkan disebuah area lapang untuk melakukan doa syukuran dan makan bersama.
Sebelum era tahun 2000-an mapag sri itu berlangsung ramai karena menghadirkan pertunjukan ruat wayang kulit sehari semalam.
Tradisi mapag sri masih terawat dan terjaga sampai sekarang, meskipun acaranya lebih sederhana hanya membawa tumpeng, kupat dan lepet serta doa bersama dipimpin tokoh agama dan dihadiri kepala Desa.
Ketua RW Kampung Kelapa Cagak Taryana mengatakan, Menggelar upacara adat mapag sri adalah menjaga spirit bertani dan mencintai alam semesta.
“Perasaan rasa syukur atas karunia Tuhan memberikan keberkahan atas setiap benih padi yang kita tanam, semoga menjadi penghidupan umat manusia,” kata Taryana, Jumat (12/4/2024).
Ia berharap tahun depan acara itu dapat dilaksanakan lebih meriah lagi seperti tahun yang sudah-sudah.
“Semoga tahun berikutnya bisa lebih meriah seperti dulu dengan menggelar pentas kesenian dan bisa menjadi wisata budaya bagi Pandeglang,” tandasnya.
Sementara, Kepala Desa Teluklada, H. Efendi Hidayat menyatakan terima kasih kepada seluruh warganya yang tetap berpegang teguh mempertahankan budaya tersebut.
“Saya sangat berterima kasih, warga masih mempertahankan tradisi leluhur dalam menyambut musim panen padi (mapag sri),” katanya.
Lebih bangganya lagi, para petani di wilayahnya masih tetap semangat walau kerap dihadapkan dengan berbagai ujian atau musibah seperti sulit pupuk, mahal obat-obatan dan diserang hama wereng.
“Meski seringkali disaat musim tanam kita dhadapkan kesulitan pupuk, mahalnya harga obat-obatan, bahkan panen kali ini dihadapkan pada serangan hama wereng dan harga padi yang belum berpihak pada petani, tidak menjadikan kita berhenti menjadi petani dan terus berucap syukur atas karunia yang diberikan oleh Allah SWT,” tandasnya.