Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, di Kabupaten Pandeglang menjadi urutan pertama di Provinsi Bantan. Hal tersebut disampaikan, Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Banten, Kompol Herlia Hartarini, saat menjadi narasumber dalam acara sosialisasi penguatan kerjasama penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diselenggarakan Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Pandeglang, di Aula DP2KBP3A, Kamis (14/9).
“Untuk Kabupaten Pandeglang dari tahun 2020 sampai 2023 itu masih urutan pertama, masih tinggi. Tadi pak Kadis menyampaikan dari Januari sampai dengan September 2023 itu sudah 74 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, menurut kami itu termasuk tinggi,” kata Herlia Hartarini, usai sosialisasi.
Menurutnya, untuk menekan angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, pihaknya mengajak seluruh masyarakat khususnya orang tua agar peduli terhadap anak.
“Kami menghimbau kepada masyarakat, mari kita bersama-sama untuk menekan angka kejahatan terhadap perempuan dan anak. Kita sebagai orang tua agar lebih peduli dan tidak membiarkan anak keluar malam, karena sangat rawan terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak,” terangnya.
Oleh karena itu, lanjut Herlia, pihaknya memberikan apresiasi terhadap pemerintah daerah dengan dilakukannya sosialisasi ini, karena sebagai upaya untuk menekan angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayahnya.
“Ini sangat luar biasa, upaya ini dilakukan pemerintah daerah untuk meminimalisir terjadinya kekerasan di wilayah Provinsi Banten, khususnya di Kabupaten Pandeglang,’ ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Instalasi Forensik RSUD Berkah Pandeglang, Baety Adhayati mengatakan, dalam kegiatan ini pihaknya memberikan pemahaman tentang tata cara rujukan dan tata cara melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Dalam rangka penguatan kerjasama lintas sektor, para peserta yang hadir dari Puskesmas dan klinik yang mana itu merupakan tempat pertama untuk korban meminta pertolongan. Jadi kita perkuat bagaimana penanganannya, kemudian bagaimana tata cara rujukan dan juga tata cara supaya korban itu mendapat pendampingan dari dinas. Karena bagaimana pun korban itu tidak hanya selesai pada fase pemeriksaan media saja, tetapi juga harus ada pendampingan agar proses rehabilitasinya menjadi lebih optimal,” katanya.
Menurutnya, dalam menangani korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, penanganannya memiliki perbedaan. Karena harus bisa menentukan kasus mana yang harus ditangani dan yang harus dirujuk.
‘Dari segi keahlian memang ada perbedaan, sehingga tadi juga sudah disampaikan kasus apa saja yang bisa ditangani di level Puskesmas atau klinik dan kasus mana yang harus dirujuk ke rumah sakit,” ungkapnya.